Toko Kain Tenun
Selain terkenal dengan ukiran, Jepara juga memiliki potensi yang menarik untuk dibicarakan. Itu tak lain ialah kain tenun jepara yang diproduksi disentra industri Tenun Troso Jepara, bertempat di Desa Troso Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara.
Tentu menjadi kebanggaan bagi warga Jepara ketika kain Tenun jepara sangat laris dan terkenal di Bali. Namun rasa bangga itu harus ditepis ketika banyak pelancong mengira kain tersebut tidak diproduksi di Jepara, melainkan di Bali. Selain Bali, banyak dijumpai di Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Lombok. Di daerah-daerah itu Tenun Jepara lebih dikenal dengan sebutan kain pelangi. Sedang di Jepara sendiri, minat masyarakat terhadap kain tersebut masih minim. Bukannya mereka tidak mengenal, namun sempitnya wilayah pemasaran diduga sebagai sebab.
Masyarakat Jepara di luar Desa Troso tidak akan mendapat kain Troso jika tidak langsung datang ke desa pembuatnya itu.
Jarang dijumpai penjual kain Troso di pasar-pasar tradisional Jepara. Bahkan, Pasar Pecangaan yang merupakan pasar kecamatan dari Desa Troso sendiri tidak menjualnya. Akibatnya, masyarakat Jepara lebih memilih pakaian produksi luar Jepara. Padahal kualitas Tenun Troso tak kalah dengan produk lain dari luar kota Jepara. Ini terjadi karena produk kain atau pakaian umum lebih mudah didapat di pasaran.
Tentu menjadi kebanggaan bagi warga Jepara ketika kain Tenun jepara sangat laris dan terkenal di Bali. Namun rasa bangga itu harus ditepis ketika banyak pelancong mengira kain tersebut tidak diproduksi di Jepara, melainkan di Bali. Selain Bali, banyak dijumpai di Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Lombok. Di daerah-daerah itu Tenun Jepara lebih dikenal dengan sebutan kain pelangi. Sedang di Jepara sendiri, minat masyarakat terhadap kain tersebut masih minim. Bukannya mereka tidak mengenal, namun sempitnya wilayah pemasaran diduga sebagai sebab.
Masyarakat Jepara di luar Desa Troso tidak akan mendapat kain Troso jika tidak langsung datang ke desa pembuatnya itu.
Jarang dijumpai penjual kain Troso di pasar-pasar tradisional Jepara. Bahkan, Pasar Pecangaan yang merupakan pasar kecamatan dari Desa Troso sendiri tidak menjualnya. Akibatnya, masyarakat Jepara lebih memilih pakaian produksi luar Jepara. Padahal kualitas Tenun Troso tak kalah dengan produk lain dari luar kota Jepara. Ini terjadi karena produk kain atau pakaian umum lebih mudah didapat di pasaran.
Perhatian Pemerintah Terhadap Tenun Troso Jepara
Berkembangnya Tenun Troso jepara tak lepas dari peran Pemerintah Kabupaten (pemkab) Jepara. Tahun 2006, Bupati Jepara Hendro Martojo mewajibkan PNS di lingkungan kabupaten untuk mengenakan seragam batik pada hari Sabtu. Batik yang diutamakan adalah produk lokal yang tak lain batik Troso. Kebijakan tersebut diikuti beberapa sekolah di Jepara dengan mewajibkan mengenakan seragam batik troso jepara pada hari-hari yang ditentukan.
Dalam mempromosikan kain Tenun Troso jepara, Pemkab Jepara tidak hanya bergerak di dalam negeri, tapi sampai mancanegara. Ini diakui Hendro, ketika melancong ke luar negeri, Hendro selalu membawa kain Tenun Troso jepara. Namun sekali lagi, usaha konkret untuk memasyarakatkan kain Troso kepada masyarakat Jepara sendiri justru lebih penting. Mengingat banyaknya investasi yang disumbangkan dari hasil produksi kain tersebut.
Tahun 2008, kerajinan Tenun Troso berkembang hingga 238 unit usaha, menyerap 2.550 tenaga kerja. Investasi yang dihasilkan mencapai Rp 1,5 miliar. Jumlah itu didapat ketika pemasaran kain Troso masih diam di Desa Troso saja untuk kotaJepara dan ditambah wilayah-wilayah luar Jepara, angka-angka itu akan bertambah jika wilayah pemasaran di kota Jepara diperluas.Karenanya, butuh strategi pemasaran yang mampu menjangkau seluruh masyarakat Jepara. Produsen harus lebih gencar mempromosikan dan mengenalkan kain Troso kepada masyarakat. Praktisnya, memasok produk Tenun Troso ke pasar-pasar tradisional maupun modern di Jepara.
Sudah saatnya kain Troso yang ada di Jepara sejak 1935 ini mulai bergantungan di pasar-pasar. Dampaknya tentu sangat besar. Karena disela-sela belanja orang bisa melihat-lihat kain Troso, dan jika tertarik mereka bisa langsung membeli tanpa harus pergi ke Desa Troso.
Apalagi di momen-momen tertentu seperti lebaran yang sebentar lagi akan datang. Sambil belanja jajanan untuk lebaran, pengunjung langsung bisa memilih baju lebaran yang tak lain pakaian produksi Troso.
Di samping itu, perajin juga harus aktif meningkatkan kualitas kain yang diproduksi seiring dengan berjalannya waktu. Termasuk memperkaya motif, terutama motif-motif baru yang lebih modern.
Untuk proses produksi atau pembuatan kain, perajin tidak bisa selamanya mengandalkan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Karena jika order naik tentu dibutuhkan mesin yang bisa memproduksi kain dengan jumlah banyak dalam waktu singkat. Jadi sudah seharusnya pemerintah merealisasikan rencananya untuk memodernisasi alat-alat tenun.
Namun, di samping mengganti alat tenun dengan mesin yang lebih modern perajin harus tetap mempertahankan ATBM sebagai alat sampingan, karena penggunaan ATBM akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pembeli.Mungkin bisa dengan membedakan harga antara kain hasil olahan mesin dan ATBM.
Pemkab Jepara musti turut berperan menyediakan tempat-tempat penjualan Tenun Troso. Langkah strategis yang juga bisa ditempuh adalah memamerkan Tenun Troso di tempat-tempat wisata.
Dalam mempromosikan kain Tenun Troso jepara, Pemkab Jepara tidak hanya bergerak di dalam negeri, tapi sampai mancanegara. Ini diakui Hendro, ketika melancong ke luar negeri, Hendro selalu membawa kain Tenun Troso jepara. Namun sekali lagi, usaha konkret untuk memasyarakatkan kain Troso kepada masyarakat Jepara sendiri justru lebih penting. Mengingat banyaknya investasi yang disumbangkan dari hasil produksi kain tersebut.
Tahun 2008, kerajinan Tenun Troso berkembang hingga 238 unit usaha, menyerap 2.550 tenaga kerja. Investasi yang dihasilkan mencapai Rp 1,5 miliar. Jumlah itu didapat ketika pemasaran kain Troso masih diam di Desa Troso saja untuk kotaJepara dan ditambah wilayah-wilayah luar Jepara, angka-angka itu akan bertambah jika wilayah pemasaran di kota Jepara diperluas.Karenanya, butuh strategi pemasaran yang mampu menjangkau seluruh masyarakat Jepara. Produsen harus lebih gencar mempromosikan dan mengenalkan kain Troso kepada masyarakat. Praktisnya, memasok produk Tenun Troso ke pasar-pasar tradisional maupun modern di Jepara.
Sudah saatnya kain Troso yang ada di Jepara sejak 1935 ini mulai bergantungan di pasar-pasar. Dampaknya tentu sangat besar. Karena disela-sela belanja orang bisa melihat-lihat kain Troso, dan jika tertarik mereka bisa langsung membeli tanpa harus pergi ke Desa Troso.
Apalagi di momen-momen tertentu seperti lebaran yang sebentar lagi akan datang. Sambil belanja jajanan untuk lebaran, pengunjung langsung bisa memilih baju lebaran yang tak lain pakaian produksi Troso.
Di samping itu, perajin juga harus aktif meningkatkan kualitas kain yang diproduksi seiring dengan berjalannya waktu. Termasuk memperkaya motif, terutama motif-motif baru yang lebih modern.
Untuk proses produksi atau pembuatan kain, perajin tidak bisa selamanya mengandalkan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Karena jika order naik tentu dibutuhkan mesin yang bisa memproduksi kain dengan jumlah banyak dalam waktu singkat. Jadi sudah seharusnya pemerintah merealisasikan rencananya untuk memodernisasi alat-alat tenun.
Namun, di samping mengganti alat tenun dengan mesin yang lebih modern perajin harus tetap mempertahankan ATBM sebagai alat sampingan, karena penggunaan ATBM akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pembeli.Mungkin bisa dengan membedakan harga antara kain hasil olahan mesin dan ATBM.
Pemkab Jepara musti turut berperan menyediakan tempat-tempat penjualan Tenun Troso. Langkah strategis yang juga bisa ditempuh adalah memamerkan Tenun Troso di tempat-tempat wisata.
-Ariyani Puji Lestari